Translate

Senin, 27 Mei 2013

Pinjaman Luar Negeri menguntungkan atau Tidak ?

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

            Bagi negara-negara yang belum/tidak mampu menghimpun tabungan domestik secukupnya untuk mendorong pertumbuhan ekonominya biasanya mencari sumber pembiayaan dari negara – negara lain. Bahkan negara maju seperti Amerika Serikat pun pernah sangat tergantung pada bantuan dana dari luar negeri, terutama pada periode 1835-1860.Setiap negara tentunya membutuhkan negara lain untuk memenuhi segala kebutuhan masyarakat negaranya. Kondisi saling membutuhkan ini disebabkan negara negara tersebut tidak dapat memenuhi sendiri kebutuhan masyarakatnya. Dari keadaan yang seperti inilah akhirnya terjadi perdagangan internasional. Saling ketergantungan antar negara ini tentunya dapat memperkuat perekonomian dunia, walaupun ada beberapa  sisi negatif  yang timbul dari perdagangan internasional. Seperti kualitas barang luar negeri yang lebih baik dibandingkan barang dalam negeri sehingga masyarakat lebih menyukai barang produksi luar negeri dibandingkan punya produk negara tersebut.
Bagi negara berkembang seperti Indonesia, memungkinkan terjadinya hubungan luar negeri baik secara bilateral maupun multilateral. Perdagangan internasional sangat berpengaruh terhadap perekonomian suatu bangsa, pemenuhan kebutuhan masyarakatnya dan juga dapat menambah devisa negara. Dalam setiap perdagangan internasional setiap negara mempunyai neraca pembayaran yang merupakan catatan seluruh transaksi antar penduduk suatu negara dengan negara lainnya dan dari sinilah kita dapat melihat posisi cadangan devisa suatu negara. Cadangan devisa diperlukan bagi setiap negara untuk mendukung kegiatan ekonomi yang membutuhkan mata uang asing, seperti pembiayaan impor dan pembayaran utang luar negeri dan menyeimbangkan posisi neraca pembayaran suatu negara.
Sumber devisa utama bagi negara – negara dunia ketiga adalah bantuan resmi pembangunan yang bersifat bilateral maupun multilateral serta bantuan tidak resmi yang disedakan oleh LSM. Kedua aktivitas bantuan tersebut secara umum lebih dikenal dengan istilah baku bantuan (dana) luar negeri (foreign aid), meskipun biasanya hanya bantuan resmi saja yang diestimasi dalam data statistik resmi.
Pada prinsipnya, semua transfer sumber daya yang dilakukan oleh pemerintah dari suatu negara ke negara lain dapat dikatakan sebagai bantuan luar negeri. Namun, pada kenyataannya terdapat juga permasalahan. Salah satunya yaitu banyak transfer sumber daya yang berlangsung dalam bentuk – bentuk yang terselubung. Arus – arus modal swasta asing sering dinyatakan sebagai transaksi – transaksi komersial biasa, yang semata-mata bertolak dari hitungan pertimbangan untung rugi khas dunia bisnis, oleh karena itu modal seperti ini tidak bisa dikategorikan sebagai bantuan bagi negara – negara berkembang yang menerimanya.
Negara – negara berkembang pada umumnya memerlukan utang dari luar negeri untuk menutupi kesenjangan antara tabungan domestik dengan kebutuhan investasinya, serta kesenjangan antara ekspor dan impornya. Kemampuan dalam negeri tidak mencukupi untuk membiayai pembangunan maka dari itu dibutuhkan utang dari luar negeri.
Besarnya utang luar negeri pemerintah setiap tahunnya disesuaikan dengan kebijakan pembangunan yang direncanakan pemerintah, pengeluaran apa saja yang dibutuhkan dan seberapa besar sumber penerimaan dalam negeri maupun membiayai pembangunan tersebut untuk mencapai tujuan pemerintah. Kebijakan pemanfaatan utang luar negeri selalu didasarkan pada arahan pokok, yaitu bahwa dana luar negeri masih tetap dimanfaatkan untuk melengkapi sumber pembiayaan dalam negeri.
1.2 Identifikasi Masalah
Dari sedikit gambaran diatas, tentu akan memunculkan beberapa pertanyaan antara lain sebagai berikut:
1.      Arti penting pinjaman / bantuan luar negeri bagi perekonomian Indonesia .
2.      Alasan Pihak Asing Memberikan Bantuan kepada Indonesia.
3.      Alasan Negara Berkembang Bersedia Menerima Bantuan Luar Negeri.
4.      Faktor- Faktor Apa sajakah Yang Menentukan Jumlah Bantuan Luar Negeri Bagi Pembangunan Ekonomi ?
5.      Apakah Dampak-Dampak Bantuan Luar Negeri bagi perekonomian Indonesia ?



1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas dari masalah-masalah yang telah di identifikasi. Yaitu mengenai keefektifan bantuan luar negeri tersebut terhadap perekonomian Indonesia , dan juga menelaah lebih dalam , apakah bantuan luar negeri tersebut menguntungkan atai tidak bagi Indonesia dari berbagai aspek.



















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Arti Penting Bantuan Luar Negeri.
            Bantuan luar negeri merupakan salah satu fenomena umum politik internasional yang terjadi sejak Perang Duni II. Dalam cakupannya bantuan luar negeri diberikan berdasarkan atas dua tujuan, yaitu untuk mencapai pertumbuhan jangka panjang dan pengurangan angka kemiskinan di negara – negara berkembang dan untuk mencapai kepentingan politik serta strategis negara donor. Ada kepentingan lain dari negara pendonor  yaitu mendapatkan manfaat ekonomi dan politik pada saat ekonomi negara penerima sedang berkembang karena akan memiliki hubungan perdagangan maupun investasi yang menguntungkan dan pengaruh politik atas negara penerima bantuan.
            Bantuan asing (luar negeri) yang dimaksud adalah meliputi bantuan yang bersumber dari pemerintah maupun swasta. Hampir semua bantuan melalui pemerintah mempunyai syarat – syarat yang longgar atau lunak yakni diberikan sebagai hibah semata – mata (grants) atau sebagai pinjaman dengan tingkat bunga rendah dan dengan jangka waktu pembayaran yang lebih lama daripada yang ditawarkan kepada pasar modal swasta internasional (Lincolin Arsyad : 166 ). Selain itu, pemerintah juga memberikan pinjaman – pinjaman komersial, termasuk kredit ekspor, investasi modal (equity), dan pinjaman – pinjaman “keras” dari Bank Dunia dan bank – bank pembangunan regional.
            Aliran – aliran konsesional tersebut secara teknis disebut bantuan pembangunan resmi atau Official Development Assistance (ODA), tetapi lebih dikenal sebagai bantuan luar negeri. Bantuan ini dapat dibagi lagi atas bantuan bilateral, yang diberikan langsung oleh sebuah negara kepada negara yang lainnya dan bantuan multilateral, dimana dana – dana mengalir ke sebuah perwakilan internasional seperti PBB, Bank Dunia, dan bank – bank pembangunan regional, yang selanjutnya meminjamkan atau menyalurkan dana – dana tersebut ke Negara Sedang Berkembang penerima. Akhirnya, bantuan luar negeri tersebut dapat terbentuk bantuan teknis, pemberian tenaga – tenaga terampil/ahli; atau bantuan modal, pemberian dana atau komoditi – komoditi untuk berbagai tujuan.
            Negara – negara yang utang luar negerinya besar pada umumnya menghadapi masalah yang tidak hanya berhenti setelah mendapatkan utang tersebut tetapi yang paling adalah bagaimana negara tersebut dapat membayar kembali utang tersebut. Masalah yang seperti ini banyak terjadi di negara – negara terutama di negara berkembang atau Negara Dunia Ketiga. Bahkan pembayaran kembali utang tersebut merupakan masalah yang sangat pelik bagi beberapa negara. Pasalnya, pembayaran kembali utang harus tetap bisa menjamin stabilitas yang juga harus mampu mempertahankan kegiatan ekonominya.
            Bantuan luar negeri juga dapat dianggap dapat mempermudah dan mempercepat proses pembangunan, karena bantuan luar negeri dapat secara seketika meningkatkan persediaan tabungan domestik sebagai hasil dari meningkatnya laju pertumbuhan yang ingin dicapai. Tapi dalam kenyataannya, banyak bantuan luar negeri tersebut yang tidak diinvestasikan, produktifitas dari investasi tersebut sering kali sangat rendah.
2.1.1 Pengertian Pinjaman Luar Negeri
            Pinjaman luar negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang di rupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang dan jasa yang di peroleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang harus di bayar kembali dengan persyaratan tertentu (Bank Indonesia, 2010).

2.1.2 Jenis – Jenis Pinjaman Luar Negeri
Adapun bentuk – bentuk bantuan luar negeri dapat dibedakan atas (Bank Indonesia, 2010):
a.       Pinjaman dengan syarat pengembalian. Pinjaman ini terdiri dari (i) Pinjaman lunak : adalah pinjaman yang masuk dalam kategori Official Development Assistance (ODA) Loan atauConcessional Loan, yang berasal dari suatu negara atau lembaga multilateral, dengan syarat yang sangat ringan; (ii) Pinjaman/kredit ekspor : yaitu kredit yang diberikan oleh negara pengekspor dengan jaminan tertentu untuk meningkatkan ekspor; dan (iii) kredit komersial : yaitu kredit yang dipinjamkan oleh bank dengan tingkat bunga dan lain – lain sesuai perkembangan pasar internasional.

b.      Pinjaman/kredit bilateral/multilateral. Pinjaman ini berbentuk (i) Pinjaman bilateral: pinjaman luar negeri yang berasal dari pemerintah suatu negara melalui suatu lembaga keuangan dan/atau lembaga non keuangan yang ditunjuk oleh pemerintah negara yang bersangkutan untuk melaksanakan pemberian pinjaman; dan (ii) Pinjaman multilateral : adalah pinjaman luar negeri yang berasal dari lembaga multilateral.
c.       Pinjaman/bantuan menurut kategori barang atau jasa. Kategori pinjaman ini adalah : (i) bantuan program ( program Loan ) adalah pinjaman luar negeri dalam valuta asing yang dapat dirupiahkan dan digunakan untuk pembiayaan APBN; (ii) Bantuan proyek ( project Loan ) yaitu bantuan diperoleh untuk pembiayaan dan pengadaan barang dan jasa pada proyek – proyek pembangunan; dan (iii) Bantuan teknik: yaitu berupa pengiriman tenaga ahli dari luar negeri atau tenaga kerja Indonesia yang dilatih di luar negeri.
2.2 Alasan Pihak Donor Memberikan Bantuan
            Alasan utama pihak pemerintah negara pendonor memberikan bantuan luar negeri adalah karena hal tersebut digunakan sebagai alat untuk mengejar kepentingan-kepentingan politik, strategis, dan ekonomi mereka sendiri. Walaupun pada sebagiannya didorong karena ada alasan – alasan moral dan kemanusiaan, yakni untuk membantu negara – negara yang memang membutuhkan. Pada awalnya negara – negara pendonor bersedia membantu pihak atau negara lain tanpa mengharapkan suatu imbalan tertentu, baik berupa imbalan politik, ekonomi, militer, dan sebagainya. Maka daripada itu, motif  bantuan luar negeri dari negara – negara donor tersebut dibagi menjadi dua kategori yang saling berhubungan, yaitu, bantuan luar negeri yang bersifat dan bermotifkan politik, serta yang bertujuan dan bermotifkan ekonomi.
            Motivasi – motivasi Politik merupakan motivasi yang paling penting apabila ditinjau dari sudut pandang negara – negara pemberi bantuan, terutama bagi negara donor yang tergolong besar, seperti Amerika Serikat. Kebanyakan program bantuan bagi negara – negara berkembang lebih diarahkan untuk memperkuat dan mempertahankan rezim – rezim pemerintahan pro-Barat (tidak peduli apakah mereka menjalankan pemerintahan secara demokratis atau tidak, serta tidak peduli seberapa korupnya rezim itu, selama pro-Barat dan antikomunis) daripada mendorong pembangunan ekonomi dan sosial jangka panjang yang sesungguhnya. Beralihnya perhatian dan arah tujuan bantuan luar negeri Washington, dari Asia Selatan ke Asia Tenggara, ke Amerika Latin, ke Timur Tengah lalu kembali lagi ke Asia Tenggara selama dekade 1950-an dan 1960-an, dan ke Afrika dan Teluk Persia dalam tahun terakhir 1970-an.
Sejak tahun 2001, bantuan bergeser menuju ke negara – negara yang sedang mengalami pemberontakan dari kalangan Islamis, atau negara – negara yang diyakini sebagai ladang teroris. Peningkatan jumlah bantuan luar negeri ekonomi dalam bidang kesehatan juga meningkat di Afrika terkait kekhawatiran tentang penyakit – penyakit yang akan menyebar ke negara – negara lainnya. Negara – negara donor Barat pada umumnya menggunakan bantuan luar negeri sebagai alat politik untuk mmepertahankan atau menyokong rezim politik yang dianggap “bersahabat” di negara – negara Dunia Ketiga, yang eksistensinya dipandang sesuai dengan kepentingan “keamanan nasional” mereka.
Motivasi – motivasi Ekonomi dalam konteks prioritas strategi dan politik yang luas, program bantuan luar negeri negara – negara maju mempunyai landasan atau logika ekonomis yang kuat. Walaupun motivasi politik mungkin merupakan pertimbangan utama bagi negara – negara donor lainnya, tetapi logika dan perhitungan – perhitungan ekonomis tetap disertakan, setidaknya sebagai kata pengantar untuk menutupi motivasi mereka yang sebenarnya dalam memberikan bantuan luar negeri.
            Sumber keuangan dari luar ( baik berupa hibah atau pinjaman ) dapat memainkan peranan yang penting dalam usaha melengkapi kekurangan sumber daya domestik guna mempercepat pertumbuhan devisa dan tabungan ( analisis bantuan luar negeri “dua kesenjangan” ). Berasumsi bahwa negara – negara berkembang pada umunya menghadapi kendala berupa keterbatasan tabungan domestik yang jauh dari mencukupi untuk menggarap segenap peluang investasi yang ada, serta kelangkaan devisa yang tidak memungkinkannya mengimpor  barang – barang modal dan barang perantara yang penting bagi pembangunannya ( Todaro, 2006 : 288).
            Kekurangan tabungan tidaklah dapat digantikan oleh cadangan devisa dan sebaliknya, kekurangan devisa tidak pula dapat dipenuhi di dalam negeri. Apabila kesenjangan tabungan yang lebih dominan, maka negara tersebut mencapai kondisi full employment atau pendayagunaan segenap faktor produksi atau sumber daya secara penuh, dan juga tidak menggunakan semua dari pendapatan devisanya.
Contoh yang paling tepat mengenai negara – negara yang mengalami “kesenjangan tabungan” adalah negara – negara Arab pengekspor minyak selama dekade 1970-an dan analisis kesenjangan tabungan ini mengandung kelemahan, yakni melupakan kemungkinan bahwa kelebihan devisa tersebut sebenarnya dapat digunakan untuk membeli sumber – sumber produktif. Oleh karena itu, bantuan luar negeri dapat memainkan peranan yang sangat penting dalam usaha negara yang bersangkutan dimana salah satu faktornya adalah mengurangi kendala utamanya yang berupa kekurangan devisa, serta untuk mempertinggi tingkat pertumbuhan ekonominya.
2.3 Alasan Negara Berkembang Bersedia Menerima Bantuan Luar Negeri
            Setidaknya ada tiga alasan bagi Negara Berkembang  menerima bantuan luar negeri yaitu :
a.       Alasan yang utama dan yang penting lebih merupakan alasan secara praktis dan konseptual bersifat ekonomis. Karena Negara yang sedang Berkembang cenderung mempercayai pendapat ahli ekonomi negara – negara maju. Yaitu bahwa bantuan luar negeri merupakan obat pendorong dan stimulan bagi proses pembangunan, turut membantu mengalihkan struktur ekonomi serta membantu Negara yang sedang Berkembang mencapai take off menuju pertumbuhan ekonomi yang mandiri.
b.      Alasan kedua adalah menyangkut masalah politik. Dibeberapa negara, baik negara penerima maupun negara donor, bantuan dipandang sebagai alat yang dapat memberikan kekuatan politik yang lebih besar kepada pemimpin yang sedang berkuasa untuk menekan oposisi dan mempertahankan kekuasaannya. Dalam hal ini, bantuan tidak saja berbentuk transfer sumber keuangan akan tetapi juga dalam bentuk bantuan militer dan pertahanan dalam negeri.
c.       Alasan ketiga adalah motivasi yang dilandasi oleh moral, yaitu apakah berlatarbelakang pada rasa tanggungjawab kemanusiaan Negara Kaya terhadap kesejahteraan  Negara sedang Berkembang dan Negara Miskin, atau karena kepercayaan, bahwa Negara – negara Kaya merasa berhutang budi karena eksploitasi dimasa penjajahan dulu. Sehingga bantuan luar negeri merupakan kewajiban sosial bagi Negara – negara Kaya untuk pembangunan Negara yang sedang berkembang dan Negara Miskin (Todaro, 2006 : 292 – 294).
Bantuan luar negeri cenderung dianggap atau bahkan diyakini akan dapat melengkapi kelangkaan sumber daya alam negeri di suatu Negara Berkembang, membantu terlaksannya transformasi ekonomi secara struktural, serta mendukung Negara – negara Dunia Ketiga dalam mencapai tahapan pembangunan tinggal-landas menuju ke tingkat pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Wajar apabila negara – negara Dunia Ketiga ingin memperoleh bantuan yang lebih banyak dalam bentuk pemberian yang cuma – cuma  atau pinjaman – pinjaman jangka panjang dengan bunga yang rendah.
2.4 Faktor- Faktor Yang Menentukan Jumlah Bantuan Luar Negeri Bagi Pembangunan Ekonomi
            Pertama, adalah tersedianya dana. Negara-negara maju seharusnya menyediakan cukup modal surplus untuk di ekspor. Tetapi mereka tidak menyediakan modal surplus dalam jumlah yang cukup besar. Beberapa negara maju seperti Kanada dan Australia sendiri meminjam dari Amerika Serikat dan Inggris untuk membiayai proyek pembangunan mereka. Tetapi, usaha yang sungguh-sungguh oleh negara kaya untuk menggalang modal surplus sebenarnya dapat memenuhi keperluan negara terbelakang.
            Kedua, adalah daya serap negara penerima. Daya serap mencakup semua hal dimana kemampuan untuk merencanakan dan melaksanakan proyek pembangunan, untuk mengubah struktur perekonomian, dan untuk mengalokasikan kembali sumber, di batasi oleh kurangnya faktor-faktor penting, problem kelembagaan atau organisasi yang tidak sesuai. Faktor yang menyebabkan rendahnya daya serap terhadap investasi produktif adalah kurangnya kewirausahaan yang efisien, kemacetan administratif dan kelembagaan, kurangnya tenaga terlatih, kurangnya mobilitas geografis dan pekerjaan, dan kecilnya pasar domestik. Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan daya serap, negara terbelakang harus melaksanakan proyek pra-investasi secar tepat dan memadai. Dalam hal ini, negara terbelakang dapat memanfaatkan bantuan yang disediakan oleh lembaga- lembaga internasional seperti Special Fund PBB.
            Ketiga, adalah tersedianya sumber-sumber. Jika suatu negara terbelakang mempunyai sumber manusia dan sumber alam yang kurang memadai, kekurangan ini akan menjadi penghambat bagi pemanfaatan secara efektif modal asing. Akibatnya menjadi semakin sulit negara seperti itu untuk memanfaatkan bantuan asing yang tersedia.
            Keempat, adalah kemampuan negara penerima untuk membayar kembali. Ini merupakan masalah yang paling lansung karena beban pembayaran pinjaman menjadi penghambat bagi negara terbelakang untuk mengambil pinjaman dalam jumlah besar. Kemampuan untuk membayar kembali tergantung pada kemampuan mereka untuk mengekspor dan menggali sumber-sumber devisa. Salah satu faktor penentu kemampuan untuk membayar kembali adalah peranan pinjaman pada produktifitas perekonomian secara keseluruhan, dan kemampuan sistem tersebut untuk menjaring bagian yang perlu dari produktifitas tersebut dalam bentuk pajak atau penetapan harga, dan mengalokasikan kembali sumber-sumber sehingga mengalihkan beban pembayaran utang ke luar negeri. Syarat agar mampu membayar ialah bahwa sistem fiskal mampu menghimpun dana yang diperlukan, dan terjadi transformasi yang mengalihkan sumber ke jalur-jalur yang meningkatkan ekspor atau menurunkan impor.
            Kelima, adalah kemauan dan usaha si negara penerima untuk membangun. Modal yang diterima dari luar negeri tidak dengan sendirinya memberikan hasil. Kecuali jika diinginkan dan dibarengi dengan usaha di pihak negara penerima.
2.5 Dampak-Dampak Bantuan Luar Negeri
            Masalah mengenai dampak-dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh bantuan luar negeri, terutama bantuan resmi, seperti halnya dampak investasi asing swasta, masih ramai di perdebatkan. Di satu pihak, yaitu para ekonom tradisional, mengemukakan bahwa bantuan luar negeri telah membuktikan manfaatnya dengan mendorong pertumbuhan dan transformasi struktural di banyak negara berkembang. Namun, pihak lain berpendapat bahwa dalam kenyataannya bantuan luar negeri tersebut sama sekali tidak mendorong pertumbuhan hingga menjadi lebih cepat, tetapi  justru memperlambat pertumbuhan sehubungan dengan adanya substitusi terhadap investasi dan tabungan dalam negeri dan membesarnya devisit neraca pembayaran negara-negara berkembang, yang semuanya itu merupakan akibat dari meningkatnya kewajiban negara-negara berkembang untuk membayar utang, serta sering dikaitkannya bantuan tersebut dengan keharusan menampung produk ekspor negara-negara donor.
            Bantuan resmi juga dikritik karena dalam prakteknya terlalu menitikberatkan pada pertumbuhan sektor modern, yang pada akhirnya memperlebar kesenjangan standar hidup antara si kaya dan si miskin di negara-negara berkembang. Belakangan ini muncul kecaman baru yang menuding bahwa tujuan atau fungsi bantuan luar negeri praktis telah gagal, karena bantuan ini hanya mendorong tumbuhnya kaum birokrat yang korup, mematikan inisiatif masyarakat, serta menciptakan mentalitas pengemis bagi negara-negara penerimanya.
            Terlepas dari kritik-kritik tersebut, selama dua dasawarsa yang lampau nampak bahwa masyarakat di negara-negara donor itu sendiri mulai bersikap antipati terhadap bantuan luar negeri, sehubungan dengan munculnya masalah-masalah domestik yang serba pelik dirumah mereka sendiri, seperti pengangguran, devisit anggaran pemerintah, dan masalah ketidakseimbangan neraca pembayaran yang kemudian mulai mendapatkan perhatian dan prioritas pemerintahan negara-negara maju, diatas kepentingan politik internasional mereka.
















       
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Alasan utama pihak pemerintah negara pendonor memberikan bantuan luar negeri adalah karena hal tersebut digunakan sebagai alat untuk mengejar kepentingan-kepentingan politik, strategis, dan ekonomi mereka sendiri. Walaupun pada sebagiannya didorong karena ada alasan – alasan moral dan kemanusiaan, yakni untuk membantu negara – negara yamg memang membutuhkan.
Bantuan luar negeri yang datang dapat menyebabkan makin “membludaknya” jumlah hutang luar negeri Indonesia dapat diselesaikan dengan beberapa solusi :
1)      Meningkatkan  daya beli masyarakat, yakni melalui pemberdayaan ekonomi pedesaan dan pemberian modal usaha kecil seluasnya.
2)      Meningkatkan pajak secara progresif terhadap barang mewah dan impor.
3)      Konsep pembangunan yang berkesinambungan, berlanjut dan mengarah pada satu titik maksimalisasi kekuatan ekonomi nasional dan melepaskan secara bertahap ketergantungan utang luar negeri.
4)      Mengembangkan sumber daya manusia berkualitas dan menempatkan kesejahteraan yang berkeadilan dan merata.
3.2 Saran
Kepada pemerintah, Besar jumlah Pinjaman Luar Negeri dan Surat Berharga Negara harus dikurangi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang optimal. Dan juga pemerintah harus peka terhadap persoalan yang dihadapi masyarakat agar dana bantuan dari luar negeri tersebut dapat berjalan dengan baik dan tepat sasaran.



DAFTAR PUSTAKA

Suparmoko, M, 1999, Keuangan Negara Dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta
Jhingan, M.L. 2004. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
www.google.co.idurlsa=t&rct=j&q=latar%20belakang%20masalah%20bantuan%20pinjaman%20luar%20negeri&source=web&cd=7&ved=0CE4QFjAG&url=http%3A%2F%2Fwww.library.upnvj.ac.