BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bagi negara-negara yang belum/tidak
mampu menghimpun tabungan domestik secukupnya untuk mendorong pertumbuhan
ekonominya biasanya mencari sumber pembiayaan dari negara – negara lain. Bahkan
negara maju seperti Amerika Serikat pun pernah sangat tergantung pada bantuan
dana dari luar negeri, terutama pada periode 1835-1860.Setiap negara tentunya
membutuhkan negara lain untuk memenuhi segala kebutuhan masyarakat negaranya.
Kondisi saling membutuhkan ini disebabkan negara negara tersebut tidak dapat
memenuhi sendiri kebutuhan masyarakatnya. Dari keadaan yang seperti inilah
akhirnya terjadi perdagangan internasional. Saling ketergantungan antar negara
ini tentunya dapat memperkuat perekonomian dunia, walaupun ada beberapa
sisi negatif yang timbul dari perdagangan internasional. Seperti kualitas
barang luar negeri yang lebih baik dibandingkan barang dalam negeri sehingga
masyarakat lebih menyukai barang produksi luar negeri dibandingkan punya produk
negara tersebut.
Bagi
negara berkembang seperti Indonesia, memungkinkan terjadinya hubungan luar
negeri baik secara bilateral maupun multilateral. Perdagangan internasional
sangat berpengaruh terhadap perekonomian suatu bangsa, pemenuhan kebutuhan
masyarakatnya dan juga dapat menambah devisa negara. Dalam setiap perdagangan
internasional setiap negara mempunyai neraca pembayaran yang merupakan catatan
seluruh transaksi antar penduduk suatu negara dengan negara lainnya dan dari
sinilah kita dapat melihat posisi cadangan devisa suatu negara. Cadangan devisa
diperlukan bagi setiap negara untuk mendukung kegiatan ekonomi yang membutuhkan
mata uang asing, seperti pembiayaan impor dan pembayaran utang luar negeri dan
menyeimbangkan posisi neraca pembayaran suatu negara.
Sumber
devisa utama bagi negara – negara dunia ketiga adalah bantuan resmi pembangunan
yang bersifat bilateral maupun multilateral serta bantuan tidak resmi yang
disedakan oleh LSM. Kedua aktivitas bantuan tersebut secara umum lebih dikenal
dengan istilah baku bantuan (dana) luar negeri (foreign aid), meskipun biasanya
hanya bantuan resmi saja yang diestimasi dalam data statistik resmi.
Pada
prinsipnya, semua transfer sumber daya yang dilakukan oleh pemerintah dari
suatu negara ke negara lain dapat dikatakan sebagai bantuan luar negeri. Namun,
pada kenyataannya terdapat juga permasalahan. Salah satunya yaitu banyak
transfer sumber daya yang berlangsung dalam bentuk – bentuk yang terselubung.
Arus – arus modal swasta asing sering dinyatakan sebagai transaksi – transaksi
komersial biasa, yang semata-mata bertolak dari hitungan pertimbangan untung
rugi khas dunia bisnis, oleh karena itu modal seperti ini tidak bisa
dikategorikan sebagai bantuan bagi negara – negara berkembang yang menerimanya.
Negara
– negara berkembang pada umumnya memerlukan utang dari luar negeri untuk
menutupi kesenjangan antara tabungan domestik dengan kebutuhan investasinya,
serta kesenjangan antara ekspor dan impornya. Kemampuan dalam negeri tidak
mencukupi untuk membiayai pembangunan maka dari itu dibutuhkan utang dari luar
negeri.
Besarnya
utang luar negeri pemerintah setiap tahunnya disesuaikan dengan kebijakan
pembangunan yang direncanakan pemerintah, pengeluaran apa saja yang dibutuhkan
dan seberapa besar sumber penerimaan dalam negeri maupun membiayai pembangunan
tersebut untuk mencapai tujuan pemerintah. Kebijakan pemanfaatan utang luar
negeri selalu didasarkan pada arahan pokok, yaitu bahwa dana luar negeri masih
tetap dimanfaatkan untuk melengkapi sumber pembiayaan dalam negeri.
1.2 Identifikasi Masalah
Dari sedikit gambaran diatas, tentu akan memunculkan beberapa
pertanyaan antara lain sebagai berikut:
1.
Arti penting pinjaman / bantuan luar negeri bagi perekonomian Indonesia .
2.
Alasan Pihak Asing Memberikan Bantuan kepada Indonesia.
3. Alasan
Negara Berkembang Bersedia Menerima Bantuan Luar Negeri.
4. Faktor-
Faktor Apa sajakah Yang Menentukan Jumlah Bantuan Luar Negeri Bagi Pembangunan
Ekonomi ?
5. Apakah
Dampak-Dampak Bantuan Luar Negeri bagi perekonomian Indonesia ?
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memperoleh
gambaran yang jelas dari masalah-masalah yang telah di identifikasi. Yaitu
mengenai keefektifan bantuan luar negeri tersebut terhadap perekonomian
Indonesia , dan juga menelaah lebih dalam , apakah bantuan luar negeri tersebut
menguntungkan atai tidak bagi Indonesia dari berbagai aspek.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Arti Penting Bantuan Luar
Negeri.
Bantuan luar negeri merupakan salah satu fenomena umum politik internasional
yang terjadi sejak Perang Duni II. Dalam cakupannya bantuan luar negeri
diberikan berdasarkan atas dua tujuan, yaitu untuk mencapai pertumbuhan jangka
panjang dan pengurangan angka kemiskinan di negara – negara berkembang dan
untuk mencapai kepentingan politik serta strategis negara donor. Ada
kepentingan lain dari negara pendonor yaitu mendapatkan manfaat ekonomi
dan politik pada saat ekonomi negara penerima sedang berkembang karena akan
memiliki hubungan perdagangan maupun investasi yang menguntungkan dan pengaruh
politik atas negara penerima bantuan.
Bantuan
asing (luar negeri) yang dimaksud adalah meliputi bantuan yang bersumber
dari pemerintah maupun swasta. Hampir semua bantuan melalui pemerintah
mempunyai syarat – syarat yang longgar atau lunak yakni diberikan sebagai hibah
semata – mata (grants) atau sebagai pinjaman dengan tingkat bunga rendah dan
dengan jangka waktu pembayaran yang lebih lama daripada yang ditawarkan kepada
pasar modal swasta internasional (Lincolin Arsyad : 166 ). Selain itu,
pemerintah juga memberikan pinjaman – pinjaman komersial, termasuk kredit
ekspor, investasi modal (equity), dan pinjaman – pinjaman “keras” dari Bank
Dunia dan bank – bank pembangunan regional.
Aliran – aliran konsesional tersebut secara teknis disebut bantuan pembangunan
resmi atau Official Development Assistance (ODA), tetapi lebih
dikenal sebagai bantuan luar negeri. Bantuan ini dapat dibagi lagi atas bantuan
bilateral, yang diberikan langsung oleh sebuah negara kepada negara yang
lainnya dan bantuan multilateral, dimana dana – dana mengalir ke sebuah
perwakilan internasional seperti PBB, Bank Dunia, dan bank – bank pembangunan
regional, yang selanjutnya meminjamkan atau menyalurkan dana – dana tersebut ke
Negara Sedang Berkembang penerima. Akhirnya, bantuan luar negeri tersebut dapat
terbentuk bantuan teknis, pemberian tenaga – tenaga terampil/ahli; atau bantuan
modal, pemberian dana atau komoditi – komoditi untuk berbagai tujuan.
Negara – negara yang utang luar negerinya besar pada umumnya menghadapi masalah
yang tidak hanya berhenti setelah mendapatkan utang tersebut tetapi yang paling
adalah bagaimana negara tersebut dapat membayar kembali utang tersebut. Masalah
yang seperti ini banyak terjadi di negara – negara terutama di negara
berkembang atau Negara Dunia Ketiga. Bahkan pembayaran kembali utang tersebut
merupakan masalah yang sangat pelik bagi beberapa negara. Pasalnya, pembayaran
kembali utang harus tetap bisa menjamin stabilitas yang juga harus mampu
mempertahankan kegiatan ekonominya.
Bantuan luar negeri juga dapat dianggap dapat mempermudah dan mempercepat
proses pembangunan, karena bantuan luar negeri dapat secara seketika
meningkatkan persediaan tabungan domestik sebagai hasil dari meningkatnya laju
pertumbuhan yang ingin dicapai. Tapi dalam kenyataannya, banyak bantuan luar
negeri tersebut yang tidak diinvestasikan, produktifitas dari investasi
tersebut sering kali sangat rendah.
2.1.1 Pengertian Pinjaman Luar
Negeri
Pinjaman luar negeri adalah setiap penerimaan negara baik dalam bentuk devisa
dan/atau devisa yang di rupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang dan jasa
yang di peroleh dari pemberi pinjaman luar negeri yang harus di bayar kembali
dengan persyaratan tertentu (Bank Indonesia, 2010).
2.1.2 Jenis – Jenis Pinjaman Luar
Negeri
Adapun
bentuk – bentuk bantuan luar negeri dapat dibedakan atas (Bank Indonesia,
2010):
a. Pinjaman
dengan syarat pengembalian. Pinjaman ini terdiri dari (i) Pinjaman lunak :
adalah pinjaman yang masuk dalam kategori Official Development
Assistance (ODA) Loan atauConcessional Loan, yang berasal dari
suatu negara atau lembaga multilateral, dengan syarat yang sangat ringan; (ii)
Pinjaman/kredit ekspor : yaitu kredit yang diberikan oleh negara pengekspor
dengan jaminan tertentu untuk meningkatkan ekspor; dan (iii) kredit komersial :
yaitu kredit yang dipinjamkan oleh bank dengan tingkat bunga dan lain – lain
sesuai perkembangan pasar internasional.
b. Pinjaman/kredit
bilateral/multilateral. Pinjaman ini berbentuk (i) Pinjaman bilateral: pinjaman
luar negeri yang berasal dari pemerintah suatu negara melalui suatu lembaga
keuangan dan/atau lembaga non keuangan yang ditunjuk oleh pemerintah negara
yang bersangkutan untuk melaksanakan pemberian pinjaman; dan (ii) Pinjaman
multilateral : adalah pinjaman luar negeri yang berasal dari lembaga
multilateral.
c. Pinjaman/bantuan
menurut kategori barang atau jasa. Kategori pinjaman ini adalah : (i) bantuan
program ( program Loan ) adalah pinjaman luar negeri dalam valuta asing yang
dapat dirupiahkan dan digunakan untuk pembiayaan APBN; (ii) Bantuan proyek (
project Loan ) yaitu bantuan diperoleh untuk pembiayaan dan pengadaan barang
dan jasa pada proyek – proyek pembangunan; dan (iii) Bantuan teknik: yaitu
berupa pengiriman tenaga ahli dari luar negeri atau tenaga kerja Indonesia yang
dilatih di luar negeri.
2.2 Alasan Pihak Donor Memberikan
Bantuan
Alasan utama pihak pemerintah negara pendonor memberikan bantuan luar negeri
adalah karena hal tersebut digunakan sebagai alat untuk mengejar
kepentingan-kepentingan politik, strategis, dan ekonomi mereka sendiri.
Walaupun pada sebagiannya didorong karena ada alasan – alasan moral dan
kemanusiaan, yakni untuk membantu negara – negara yang memang membutuhkan. Pada
awalnya negara – negara pendonor bersedia membantu pihak atau negara lain tanpa
mengharapkan suatu imbalan tertentu, baik berupa imbalan politik, ekonomi,
militer, dan sebagainya. Maka daripada itu, motif bantuan luar negeri
dari negara – negara donor tersebut dibagi menjadi dua kategori yang saling
berhubungan, yaitu, bantuan luar negeri yang bersifat dan bermotifkan politik,
serta yang bertujuan dan bermotifkan ekonomi.
Motivasi
– motivasi Politik merupakan motivasi yang paling penting apabila ditinjau
dari sudut pandang negara – negara pemberi bantuan, terutama bagi negara donor
yang tergolong besar, seperti Amerika Serikat. Kebanyakan program bantuan bagi
negara – negara berkembang lebih diarahkan untuk memperkuat dan mempertahankan rezim
– rezim pemerintahan pro-Barat (tidak peduli apakah mereka menjalankan
pemerintahan secara demokratis atau tidak, serta tidak peduli seberapa korupnya
rezim itu, selama pro-Barat dan antikomunis) daripada mendorong pembangunan
ekonomi dan sosial jangka panjang yang sesungguhnya. Beralihnya perhatian dan
arah tujuan bantuan luar negeri Washington, dari Asia Selatan ke Asia Tenggara,
ke Amerika Latin, ke Timur Tengah lalu kembali lagi ke Asia Tenggara selama
dekade 1950-an dan 1960-an, dan ke Afrika dan Teluk Persia dalam tahun terakhir
1970-an.
Sejak
tahun 2001, bantuan bergeser menuju ke negara – negara yang sedang mengalami
pemberontakan dari kalangan Islamis, atau negara – negara yang diyakini sebagai
ladang teroris. Peningkatan jumlah bantuan luar negeri ekonomi dalam bidang
kesehatan juga meningkat di Afrika terkait kekhawatiran tentang penyakit –
penyakit yang akan menyebar ke negara – negara lainnya. Negara – negara donor
Barat pada umumnya menggunakan bantuan luar negeri sebagai alat politik untuk mmepertahankan
atau menyokong rezim politik yang dianggap “bersahabat” di negara – negara
Dunia Ketiga, yang eksistensinya dipandang sesuai dengan kepentingan “keamanan
nasional” mereka.
Motivasi
– motivasi Ekonomi dalam konteks prioritas strategi dan politik yang luas,
program bantuan luar negeri negara – negara maju mempunyai landasan atau logika
ekonomis yang kuat. Walaupun motivasi politik mungkin merupakan pertimbangan
utama bagi negara – negara donor lainnya, tetapi logika dan perhitungan –
perhitungan ekonomis tetap disertakan, setidaknya sebagai kata pengantar untuk
menutupi motivasi mereka yang sebenarnya dalam memberikan bantuan luar negeri.
Sumber keuangan dari luar ( baik berupa hibah atau pinjaman ) dapat memainkan
peranan yang penting dalam usaha melengkapi kekurangan sumber daya domestik
guna mempercepat pertumbuhan devisa dan tabungan ( analisis bantuan luar negeri
“dua kesenjangan” ). Berasumsi bahwa negara – negara berkembang pada umunya
menghadapi kendala berupa keterbatasan tabungan domestik yang jauh dari
mencukupi untuk menggarap segenap peluang investasi yang ada, serta kelangkaan
devisa yang tidak memungkinkannya mengimpor barang – barang modal dan
barang perantara yang penting bagi pembangunannya ( Todaro, 2006 : 288).
Kekurangan tabungan tidaklah dapat digantikan oleh cadangan devisa dan
sebaliknya, kekurangan devisa tidak pula dapat dipenuhi di dalam negeri.
Apabila kesenjangan tabungan yang lebih dominan, maka negara tersebut mencapai
kondisi full employment atau pendayagunaan segenap faktor produksi atau sumber
daya secara penuh, dan juga tidak menggunakan semua dari pendapatan devisanya.
Contoh
yang paling tepat mengenai negara – negara yang mengalami “kesenjangan
tabungan” adalah negara – negara Arab pengekspor minyak selama dekade 1970-an
dan analisis kesenjangan tabungan ini mengandung kelemahan, yakni melupakan
kemungkinan bahwa kelebihan devisa tersebut sebenarnya dapat digunakan untuk
membeli sumber – sumber produktif. Oleh karena itu, bantuan luar negeri dapat
memainkan peranan yang sangat penting dalam usaha negara yang bersangkutan
dimana salah satu faktornya adalah mengurangi kendala utamanya yang berupa
kekurangan devisa, serta untuk mempertinggi tingkat pertumbuhan ekonominya.
2.3 Alasan Negara Berkembang
Bersedia Menerima Bantuan Luar Negeri
Setidaknya
ada tiga alasan bagi Negara Berkembang menerima bantuan luar negeri yaitu
:
a. Alasan
yang utama dan yang penting lebih merupakan alasan secara praktis dan
konseptual bersifat ekonomis. Karena Negara yang sedang Berkembang cenderung
mempercayai pendapat ahli ekonomi negara – negara maju. Yaitu bahwa bantuan
luar negeri merupakan obat pendorong dan stimulan bagi proses pembangunan,
turut membantu mengalihkan struktur ekonomi serta membantu Negara yang sedang
Berkembang mencapai take off menuju pertumbuhan ekonomi yang mandiri.
b. Alasan
kedua adalah menyangkut masalah politik. Dibeberapa negara, baik negara
penerima maupun negara donor, bantuan dipandang sebagai alat yang dapat memberikan
kekuatan politik yang lebih besar kepada pemimpin yang sedang berkuasa untuk
menekan oposisi dan mempertahankan kekuasaannya. Dalam hal ini, bantuan tidak
saja berbentuk transfer sumber keuangan akan tetapi juga dalam bentuk bantuan
militer dan pertahanan dalam negeri.
c. Alasan
ketiga adalah motivasi yang dilandasi oleh moral, yaitu apakah berlatarbelakang
pada rasa tanggungjawab kemanusiaan Negara Kaya terhadap kesejahteraan
Negara sedang Berkembang dan Negara Miskin, atau karena kepercayaan, bahwa
Negara – negara Kaya merasa berhutang budi karena eksploitasi dimasa penjajahan
dulu. Sehingga bantuan luar negeri merupakan kewajiban sosial bagi Negara –
negara Kaya untuk pembangunan Negara yang sedang berkembang dan Negara Miskin
(Todaro, 2006 : 292 – 294).
Bantuan
luar negeri cenderung dianggap atau bahkan diyakini akan dapat melengkapi
kelangkaan sumber daya alam negeri di suatu Negara Berkembang, membantu
terlaksannya transformasi ekonomi secara struktural, serta mendukung Negara –
negara Dunia Ketiga dalam mencapai tahapan pembangunan tinggal-landas menuju ke
tingkat pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Wajar apabila negara –
negara Dunia Ketiga ingin memperoleh bantuan yang lebih banyak dalam bentuk
pemberian yang cuma – cuma atau pinjaman – pinjaman jangka panjang dengan
bunga yang rendah.
2.4
Faktor- Faktor Yang Menentukan Jumlah Bantuan Luar Negeri Bagi Pembangunan
Ekonomi
Pertama, adalah tersedianya dana. Negara-negara maju seharusnya menyediakan
cukup modal surplus untuk di ekspor. Tetapi mereka tidak menyediakan modal
surplus dalam jumlah yang cukup besar. Beberapa negara maju seperti Kanada dan
Australia sendiri meminjam dari Amerika Serikat dan Inggris untuk membiayai
proyek pembangunan mereka. Tetapi, usaha yang sungguh-sungguh oleh negara kaya
untuk menggalang modal surplus sebenarnya dapat memenuhi keperluan negara
terbelakang.
Kedua, adalah daya serap negara penerima. Daya serap mencakup semua hal dimana
kemampuan untuk merencanakan dan melaksanakan proyek pembangunan, untuk
mengubah struktur perekonomian, dan untuk mengalokasikan kembali sumber, di
batasi oleh kurangnya faktor-faktor penting, problem kelembagaan atau
organisasi yang tidak sesuai. Faktor yang menyebabkan rendahnya daya serap
terhadap investasi produktif adalah kurangnya kewirausahaan yang efisien,
kemacetan administratif dan kelembagaan, kurangnya tenaga terlatih, kurangnya
mobilitas geografis dan pekerjaan, dan kecilnya pasar domestik. Oleh karena itu
dalam rangka meningkatkan daya serap, negara terbelakang harus melaksanakan
proyek pra-investasi secar tepat dan memadai. Dalam hal ini, negara terbelakang
dapat memanfaatkan bantuan yang disediakan oleh lembaga- lembaga internasional
seperti Special Fund PBB.
Ketiga, adalah tersedianya sumber-sumber. Jika suatu negara terbelakang
mempunyai sumber manusia dan sumber alam yang kurang memadai, kekurangan ini
akan menjadi penghambat bagi pemanfaatan secara efektif modal asing. Akibatnya
menjadi semakin sulit negara seperti itu untuk memanfaatkan bantuan asing yang
tersedia.
Keempat, adalah kemampuan negara penerima untuk membayar kembali. Ini merupakan
masalah yang paling lansung karena beban pembayaran pinjaman menjadi penghambat
bagi negara terbelakang untuk mengambil pinjaman dalam jumlah besar. Kemampuan
untuk membayar kembali tergantung pada kemampuan mereka untuk mengekspor dan
menggali sumber-sumber devisa. Salah satu faktor penentu kemampuan untuk
membayar kembali adalah peranan pinjaman pada produktifitas perekonomian secara
keseluruhan, dan kemampuan sistem tersebut untuk menjaring bagian yang perlu
dari produktifitas tersebut dalam bentuk pajak atau penetapan harga, dan
mengalokasikan kembali sumber-sumber sehingga mengalihkan beban pembayaran
utang ke luar negeri. Syarat agar mampu membayar ialah bahwa sistem fiskal
mampu menghimpun dana yang diperlukan, dan terjadi transformasi yang
mengalihkan sumber ke jalur-jalur yang meningkatkan ekspor atau menurunkan
impor.
Kelima, adalah kemauan dan usaha si negara penerima untuk membangun. Modal yang
diterima dari luar negeri tidak dengan sendirinya memberikan hasil. Kecuali
jika diinginkan dan dibarengi dengan usaha di pihak negara penerima.
2.5 Dampak-Dampak Bantuan Luar
Negeri
Masalah
mengenai dampak-dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh bantuan luar negeri,
terutama bantuan resmi, seperti halnya dampak investasi asing swasta, masih
ramai di perdebatkan. Di satu pihak, yaitu para ekonom tradisional,
mengemukakan bahwa bantuan luar negeri telah membuktikan manfaatnya dengan
mendorong pertumbuhan dan transformasi struktural di banyak negara berkembang.
Namun, pihak lain berpendapat bahwa dalam kenyataannya bantuan luar negeri
tersebut sama sekali tidak mendorong pertumbuhan hingga menjadi lebih cepat,
tetapi justru memperlambat pertumbuhan sehubungan dengan adanya
substitusi terhadap investasi dan tabungan dalam negeri dan membesarnya devisit
neraca pembayaran negara-negara berkembang, yang semuanya itu merupakan akibat
dari meningkatnya kewajiban negara-negara berkembang untuk membayar utang,
serta sering dikaitkannya bantuan tersebut dengan keharusan menampung produk
ekspor negara-negara donor.
Bantuan resmi juga dikritik karena dalam prakteknya terlalu menitikberatkan
pada pertumbuhan sektor modern, yang pada akhirnya memperlebar kesenjangan
standar hidup antara si kaya dan si miskin di negara-negara berkembang.
Belakangan ini muncul kecaman baru yang menuding bahwa tujuan atau fungsi
bantuan luar negeri praktis telah gagal, karena bantuan ini hanya mendorong
tumbuhnya kaum birokrat yang korup, mematikan inisiatif masyarakat, serta
menciptakan mentalitas pengemis bagi negara-negara penerimanya.
Terlepas dari kritik-kritik tersebut, selama dua dasawarsa yang lampau nampak
bahwa masyarakat di negara-negara donor itu sendiri mulai bersikap antipati
terhadap bantuan luar negeri, sehubungan dengan munculnya masalah-masalah
domestik yang serba pelik dirumah mereka sendiri, seperti pengangguran, devisit
anggaran pemerintah, dan masalah ketidakseimbangan neraca pembayaran yang
kemudian mulai mendapatkan perhatian dan prioritas pemerintahan negara-negara
maju, diatas kepentingan politik internasional mereka.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Alasan
utama pihak pemerintah negara pendonor memberikan bantuan luar negeri adalah
karena hal tersebut digunakan sebagai alat untuk mengejar
kepentingan-kepentingan politik, strategis, dan ekonomi mereka sendiri.
Walaupun pada sebagiannya didorong karena ada alasan – alasan moral dan
kemanusiaan, yakni untuk membantu negara – negara yamg memang membutuhkan.
Bantuan
luar negeri yang datang dapat menyebabkan makin “membludaknya” jumlah hutang
luar negeri Indonesia dapat diselesaikan dengan beberapa solusi :
1) Meningkatkan
daya beli masyarakat, yakni melalui pemberdayaan ekonomi pedesaan dan
pemberian modal usaha kecil seluasnya.
2) Meningkatkan
pajak secara progresif terhadap barang mewah dan impor.
3) Konsep
pembangunan yang berkesinambungan, berlanjut dan mengarah pada satu titik
maksimalisasi kekuatan ekonomi nasional dan melepaskan secara bertahap
ketergantungan utang luar negeri.
4) Mengembangkan
sumber daya manusia berkualitas dan menempatkan kesejahteraan yang berkeadilan
dan merata.
3.2 Saran
Kepada
pemerintah, Besar jumlah Pinjaman Luar Negeri dan Surat Berharga Negara harus
dikurangi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang optimal. Dan juga pemerintah
harus peka terhadap persoalan yang dihadapi masyarakat agar dana bantuan dari
luar negeri tersebut dapat berjalan dengan baik dan tepat sasaran.
DAFTAR PUSTAKA
Suparmoko,
M, 1999, Keuangan Negara Dalam Teori dan
Praktik. Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta
Jhingan,
M.L. 2004. Ekonomi Pembangunan dan
Perencanaan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
www.google.co.idurlsa=t&rct=j&q=latar%20belakang%20masalah%20bantuan%20pinjaman%20luar%20negeri&source=web&cd=7&ved=0CE4QFjAG&url=http%3A%2F%2Fwww.library.upnvj.ac.