BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia
seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang
merata, baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam pelaksanaan pembangunan nasional,
tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang
sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan. Sesuai dengan peranan dan
kedudukan tenaga kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk
meningkatkan kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan serta
peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan. Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak
hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa
diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan
keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.
Jika dibandingkan dengan hubungan antara seorang
penjual dan pembeli barang atau orang yang tukar menukar maka hubungan antara
buruh dan majikan sangat berbeda sekali. Orang yang jual barang bebas untuk
memperjualbelikan barangnya, artinya seorang penjual tidak dapat dipaksa untuk
menjual barang yang dimilikinya kalu harga yang ditawarkan tidak sesuai dengan
kehendaknya. Demikian juga pembeli tidak dapat dipaksa untuk membeli suatu
barang jika harga barang yang diinginkan tidak sesuai dengan
keinginannya.
Dalam hubungan antara buruh dan majikan, secara
yuridis buruh adalah bebas karena prinsip Negara kita tidak seorang pun boleh
diperbudak, maupun diperhamba. Semua bentuk dan jenis perbudakan, peruluruan
dan perhambaan dilarang, tetapi secara sosiologis buruh itu tidak bebas sebagai
orang yang yidak mempunyai bekal hidup yang lain selain tenaganya dan
kadang-kadang terpaksa untuk menerima hubungan kerja dengan majikan meskipun
memberatkan bagi buruh itu sendiri, lebih-lebih saat sekarang ini dengan
banyaknya jumlah tenaga kerja yang tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan
yang tersedia.
Pembangunan ketenagakerjaan harus diatur sedemikian
rupa sehingga terpenuhi hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga
kerja dan pekerja/buruh serta pada saat yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi
yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha. Pembangunan ketenagakerjaan
mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan. Keterkaitan itu tidak hanya dengan
kepentingan tenaga kerja selama, sebelum dan sesudah masa kerja tetapi juga
keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah, dan masyarakat. Untuk
itu, diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan komprehensif, antara lain
mencakup pengembangan sumberdaya manusia, peningkatan produktivitas dan daya
saing tenaga kerja Indonesia, upaya perluasan kesempatan kerja, pelayanan
penempatan tenaga kerja, dan pembinaan hubungan industrial.
1.2 Identifikasi Masalah
Dari sedikit gambaran diatas, tentu akan memunculkan beberapa
pertanyaan antara lain sebagai berikut:
1.
Arti dan fungsi Hukum Ketenagakerjaan dalam kaitannya pada hubungan
industrial .
2.
Hubungan kerja pengusaha dan buruh dan Hak normatif pekerja.
3.
Bagaimana penyelesaian perselisihan ketenagakerjaan ?
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memperoleh
gambaran yang jelas dari masalah-masalah yang telah di identifikasi. Selain itu
juga untuk mendapatkan masukan yang kelak dapat dijadikan sebagai bahan
pemikiran dalam memperbaiki kondisi ketenagakerjaan yang pada saat ini
dirasakan banyak yang telah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat
terutama dalam rangka pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Arti dan Fungsi Hukum Ketenagakerjaan
Pembinaan hubungan industrial sebagai bagian dari
pembangunan ketenagakerjaan harus diarahkan untuk terus mewujudkan hubungan
industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan. Untuk itu, pengakuan dan
penghargaan terhadap hak asasi manusia sebagaimana yang dituangkan dalam TAP
MPR Nomor XVII/MPR/1998 harus diwujudkan. Dalam bidang ketenagakerjaan,
Ketetapan MPR ini merupakan tonggak utama dalam menegakkan demokrasi di tempat
kerja. Penegakkan demokrasi di tempat kerja diharapkan dapat mendorong partisipasi
yang optimal dari seluruh tenaga kerja dan pekerja/buruh Indonesia untuk
membangun negara Indonesia yang dicita-citakan.
Beberapa peraturan perundang-undangan tentang
ketenagakerjaan yang berlaku selama ini, termasuk sebagian yang merupakan
produk kolonial, menempatkan pekerja pada posisi yang kurang menguntungkan
dalam pelayanan penempatan tenaga kerja dan sistem hubungan industrial yang
menonjolkan perbedaan kedudukan dan kepentingan sehingga dipandang sudah tidak
sesuai lagi dengan kebutuhan masa kini dan tuntutan masa yang akan datang.
Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan ketenagakerjaan itu sendiri adalah segala
hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah
masa kerja. Jadi hukum ketenagakerjaan dapat diartikan sebagai
peraturan-peraturan yang mengatur tenaga kerja pada waktu sebelum selama dan
sesudah masa kerja. Sedangkan Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu
melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Menurut Profesor Mochtar kusumaatmadja, fungsi
hukum itu adalah sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Dalam rangka
pembangunan, yang dimaksud dengan sara pembaharuan itu adalah sebagai penyalur
arah kegiatan manusia ke arah yang diharapkan oleh pembangunan. Sebagaimana
halnya dengan hukum yang lain, hukum ketenagakerjaan mempunyai fungsi sebagai
sarana pembaharuan masyarakat yang mnyalurkan arah kegiatan manusia ke arah
yang sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh pembangunan ketenagakerjaan.
Pembangunan ketenagakerjaan sebagai salah satu upaya dalam mewujudkan
pembangunan nasional diarahkan untuk mengatur, membina dan mengawasi segala
kegiatan yang berhubungan dengan tenaga kerja sehingga dapat terpelihara adanya
ketertiban untuk mencapai keadilan.
Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan yang
dilakukan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku di bidang ketenagakerjaan
itu harus memadai dan sesuai dengan laju perkembangan pembangunan yang semakin
pesat sehingga dapat mengantisipasi tuntutan perencanaan tenaga kerja,
pembinaan hubungan industrial dan peningkatan perlindungan tenaga
kerja. Masalah kontemporer ketenagakerjaan Indonesia itu sendiri tidak
terlepas dari banyaknya jumlah angkatan kerja yang pengangguran. Masalah
tersebut menghadirkan implikasi buruk dalam pembangunan hukum di Indonesia dan
bila ditelusuri lebih jauh bahwa akar dari semua masalah itu adalah karena
ketidakjelasan politik ketenagakerjaan nasional. Sekalipun dasar-dasar
konstitusi UUD 1945 khususnya pasal 27 dan pasal 34 telah memberikan amanat
yang cukup jelas bagaimana seharusnya negara memberikan perlindungan terhadap
buruh/pekerja.
Mengandalkan terus-menerus industri ke sektor padat
karya manufaktur, akan hanya membuat buruh Indonesia seperti hidup seperti
dalam ancaman bom waktu. Rentannya hubungan kerja akibat buruknya kondisi
kerja, upah rendah. Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK) semena-mena dan
perlindungan hukum yang tidak memadai, sebenarnya adalah sebuah awal munculnya
rasa ketidakadilan dan potensi munculnya kekerasan. Usaha keras dan pembenahan
radikal harus dilakukan untuk menambah percepatan investor baru.
Minimnya perlindungan hukum dan rendahnya upah
merupakan salah satu masalah dalam ketenagakerjaan kita. MeIalui undang-undang
ketenagakerjaan seharusnya para pekerja akan terlindungi secara hukum, mulai
dari jaminan negara memberikan pekerjaan yang layak, melindunginya di tempat
kerja (kesehatan dan keselamatan kerja dan upah layak) sampai dengan pemberian
jaminan sosial setelah pensiun. Selain itu pekerja dapat juga mendirikan
Serikat Buruh. Sekalipun undang-undang ketenagakerjaan bagus, tetapi buruh
tetap memerlukan kehadiran serikat buruh untuk pembuatan Perjanjian Kerja
Bersama (PKB ). PKB adalah sebuah dokumen perjanjian bersama antara majikan dan
buruh yang berisi hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Hanya
melalui serikat buruhlah bukan melalui LSM ataupun partai politik bisa
berunding untuk mendapatkan hak-hak tambahan (di luar ketentuan UU) untuk
menambah kesejahteraan mereka. Pemerintah harus merubah sistem jaminan sosial
ketenagakerjaan, sehingga buruh korban PHK danburuh pensiunan akan mendapat
tunjangan layak dari Jamsostek. Pemerintah dilarang mengambil keuntungan apapun
dari Jamsostek, bahkan sebaliknya. Pemerintah yang bertanggungjawab, harus
memberikan kontribusi setiap tahun, sehingga buruh bisa hidup layak. Dengan
sistem Jaminan sosial ketenagakerjaan yang baik akan mengurangi kriminalitas
sosial.
2.2 Hubungan Kerja Antara Pengusaha dan
Buruh
Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian
kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Perjanjian kerja dibuat secara
tertulis atau lisan. Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku.
Perjanjian kerja dibuat atas dasar :
a.
kesepakatan kedua belah pihak;
b.
kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
c. adanya
pekerjaan yang diperjanjikan; dan
d.
pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan, dan peraturan perundang undangan yang berlaku.
Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang
bertentangan dengan ketentuan dapat dibatalkan. Setiap pekerja/buruh mempunyai
hak untuk memperoleh perlindungan atas :
a. Keselamatan dan kesehatan kerja;
b. Moral dan kesusilaan; dan
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta
nilai-nilai agama.
Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna
mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan
dan kesehatan kerja. Perlindungan sebagaimana dimaksud dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Setiap perusahaan wajib
menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi
dengan sistem manajemen perusahaan. Ketentuan mengenai penerapan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan
yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Untuk mewujudkan penghasilan
yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan maka pemerintah
menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh. Kebijakan
pengupahan yang melindungi pekerja/buruh tersebut meliputi :
a. upah
minimum;
b. upah
kerja lembur;
c.upah
tidak masuk kerja karena berhalangan;
d.upah
tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
e. upah
karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
f. bentuk
dan cara pembayaran upah;
g. denda
dan potongan upah;
h.
hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
i.
struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
j. upah
untuk pembayaran pesangon; dan
k. upah
untuk perhitungan pajak penghasilan.
Karena upaya perluasan kesempatan kerja mencakup
lintas sektoral, maka harus disusun kebijakan nasional di semua sektor yang
dapat menyerap tenaga kerja secara optimal. Agar kebijakan nasional tersebut
dapat dilaksanakan dengan baik, maka pemerintah dan masyarakat bersama-sama
mengawasinya secara terkoordinasi.
Hak-hak
pekerja yaitu:
1. Hak
untuk mendapatkan upah
2. Hak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
3. Hak
untuk bebas memilih dan pindah pekerjaan sesuai dengan bakat dan kemampuannya.
4. Hak
atas pembinaan keahlian, kejuruan, untuk memperoleh serta menambah keahlian dan
ketrampilan.
5. Hak
untuk mendapatkan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja serta
perlakukan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama.
6. Hak
atas istirahat (cuti) serta hak atas upah penuh selama menjalani istirahat.
7. Hak
untuk mendirikan dan menjadi anggota serikat pekerja.
8. Hak
untuk mendapat jaminan sosialKewajiban pekerja:
1.
Melakukan pekerjaan bagi majikan/pengusaha dan perusahaan tempat bekerja.
2. Mematuhi peraturan pemerintah.
3. Mematuhi peraturan perjanjian kerja.
4.
Mematuhi peraturan Kesepakatan Bersama (SKB) perjanjian perburuhan.
5. Mematuhi peraturan-peraturan majikan.
6. Menjaga rahasia perusahaan.
7. Memakai perlengkapan bagi keselamatan kerja.
Bagi buruh putusannya hubungan kerja berarti permulaan
masa pengangguran dengan segala akibatnya, sehingga untuk menjamin kepastian
dan ketentraman hidup kaum buruh seharusnya pemutusan hubungan kerja ini tidak
terjadi. Karena itulah pemerintah mengundangkan Undang-Undang Nomor 12 tahun
1964 yang dalam pasal 1 ayat (1) secara tegas menyatakan bahwa:
“ Pengusha harus mengusahakan agar jangan terjadi
pemutusan hubungan kerja jika setelah usaha dilakukan pemutusan hubungan kerja
tetap tidak dapat dihindarkan, majikan harus merundingkan maksudnya untuk memutuskan
hubungan kerja dengan organisasi buruh yang bersangkutan atau dengan buruhnya
sendiri jika buruh itu tidak menjadi anggota salah satu organisai buruh”.
2.3 Penyelesaian Perselisihan
Ketenagakerjaan.
Perselisihan ketenagakerjaan adalah pertentangan antara
majikan atau perkumpulan majikan dengan serikat buruh atau gabungan serikat
buruh berhubung dengan tidak adanya persesuaian paham mengenai hubungan kerja,
syarat-syarat kerja dan/atau keadaan ketenagakerjaan. Dengan perselisihan
dimaksdukan, perselisihan yang timbul karena salah satu pihak pada perjanjian
tidak memenuhi isi perjanjian atau peraturan dan menyalahi ketentuan hukum.
Mengenai perselisihan hak-hak di bidang
ketenagakerjaan ada dua badan instansi yang berwenang menyelesaikannya yaitu
Pengadilan Negeri dan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan.
Perselisihan ketenagakerjaan itu sendiri dapat diselesaikan secara damai oleh
mereka yang berselisih sendiri baik tanpa maupun dengan bantuan pihak ketiga
atau tidak secara damai. Penyelesaian sengketa secara sukrela biasanya dimulai
dengan tuntutan dari pihak organisasi buruh kepada pihak majikan mengenai
misalnya kenaikan upah.
Tuntutan ini pertama-tama harus diselesaikan kedua
belah pihak dengan jalan perundingan. Hasil perundingan bila merupakan
persetujuan dapat disusun menjadi suatu perjanjian perburuhan menurut ketentuan
dalam undang-undang. Tiap perselisihan yang tidak dapat diselesaikan
dengan perundingan dan oleh yang berselisih harus disampaikan surat kepada
pegawai ketenagakerjaan. Pemberitahuan ini dipandang sebagai permintaan kepada
pegawai ketenagakerjaan untuk member perantaraan guna mencari penyelesaian
dalam perselisihan tersebut. Perantaraan yang wajib diberitahukan itu dimulai
dengan mengadakan penyeldikan tentang duduk perkara perselisihan dan
sebab-sebabnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hukum
Ketenagakerjaan Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan ketenagakerjaan itu sendiri adalah segala
hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah
masa kerja. Jadi hukum ketenagakerjaan dapat diartikan sebagai
peraturan-peraturan yang mengatur tenaga kerja pada waktu sebelum selama dan
sesudah masa kerja. Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama
untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan
yang layak di dalam atau di luar negeri.
Masalah
kontemporer ketenagakerjaan Indonesia saat ini menurut analisis saya berangkat
dari 4 (empat) soal besar, yaitu :
1.
tingginya jumlah penggangguran massal.
2.
rendahnya tingkat pendidikan buruh.
3.
minimnya perlindungan hukum.
4. upah
kurang layak.
3.2 Saran
1. Untuk
peningkatan relevansi, kualitas, dan efisiensi penyelenggsrssn kerja maka
pemerintah dapat melakukan pembinaan dan pelatihan kerja.
2.
Penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif,
serta adil, dan setara tanpa diskriminasi..
3.
Pemerintah bertanggung jawab mengupayakan perluasan kesempatan kerja baik di
dalam maupun di luar hubungan kerja..
4. Setiap
pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga
kerja..
5. Dalam
melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi menetapkan
kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan
penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
DAFTAR
PUSTAKA
BUKU
Manulang, 1995, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Rineka Cipta,
Jakarta.
Husni,Lalu,
2003, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Raja
Grafindo, Jakarta.
Undang-Undang
UUD 1945.
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar